23/06/2025

PWNU: Satu Ormas Berulah, Semua Jadi Negatif

2 min read

Pakusarakan.com– Nahdlatul Ulama (NU), sebagai ormas Islam terbesar yang berakar kuat di masyarakat, memiliki legitimasi moral dan kultural untuk menjadi jangkar moderasi dan stabilitas sosial, termasuk di Jawa Barat.

Di sisi lain, Angkatan Muda Siliwangi (AMS) dan Pemuda Pancasila (PP) merupakan representasi kekuatan sipil yang memiliki jaringan, pengalaman lapangan, dan loyalitas tinggi terhadap nilai-nilai kebangsaan.

Kolaborasi AMS, PP dan NU tampaknya membuka ruang bagi lahirnya gerakan bersama untuk mendorong semangat kebhinekaan dan memperkuat kerja sama dengan pemerintah daerah.

Rully: Beri Pemerintah Kesempatan untuk Bekerja, Lalu Kita Evaluasi

Kesan tersebut muncul dari adanya kunjungan silaturahmi Pengurus Pusat AMS beserta MPW PP Jawa Barat ke Gedung Dakwah PWNU Jawa Barat pada Selasa (13/05/25) petang.

Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat, KH. Juhadi Muhammad, menyambut baik kunjungan silaturahmi AMS dan PP dan berharap pertemuan ini membuka peluang terbentuknya sebuah forum komunikasi antar-ormas se-Jawa Barat.

“Intinya, bagaimana kita membangun kebersamaan di tanah Jawa Barat ini. Agar bersama-sama berkomunikasi dan sama-sama menjaga Jawa Barat ini selalu dalam kondisi yang kondusif.”

Saat disinggung mengenai stigma negatif terhadap ormas, Juhadi meminta masyarakat tidak menggeneralisasi, “Jangan sampai ada satu ormas yang berulah, kita semua yang mendapat (penilaian) negatif.”

AMS Bertandang ke Markas Pemuda Pancasila Jabar

Setiap ormas, menurut Juhadi, memiliki kesejarahan dalam kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan. “Oleh karena itu, pemerintah juga harus welcome terhadap ormas-ormas yang ada di Jawa Barat. Peranannya juga sangat signifikan bagaimana ormas-ormas membantu pemerintahan,” tegasnya.

Namun, tentu saja sinergi ini tidak bisa hanya berhenti pada pertemuan simbolik. Harus ada keberlanjutan, program nyata, dan kemauan politik dari semua pihak, termasuk dukungan aktif dari pemerintah daerah. Kepala daerah harus melihat inisiatif ini sebagai aset sosial yang dapat diintegrasikan ke dalam kebijakan pembangunan berbasis kolaborasi masyarakat. (Ipur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *