Kemarau Panjang, Jeritan Petani, dan Ancaman Kebakaran
3 min read
Pernyataan Penafian:
Seluruh isi, pendapat, dan pandangan yang tertuang dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab dan pemikiran pribadi penulis. Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mewakili atau mencerminkan sikap, pendirian, maupun kebijakan resmi dari redaksi Pakusarakan.com atau organisasi AMS.
Oleh: Aminudin Supriyadi *)
Kemarau panjang yang kini melanda sebagian besar wilayah Sumatera Barat telah menunjukkan dampak yang semakin memprihatinkan. Hujan yang tak kunjung turun menyebabkan lahan-lahan pertanian mengalami kekeringan parah. Air yang menjadi sumber kehidupan tanaman mengering, mulai dari mata air hingga saluran irigasi. Para petani menderita; sawah-sawah kering kerontang, sementara harga pupuk dan biaya produksi terus meningkat. Di tengah perjuangan menjaga ketahanan pangan, mereka justru harus menghadapi ancaman gagal panen.
Baca juga: BUDI PEKERTI ANGKATAN MUDA SILIWANGI (AMS): Membangun Karakter Kepatriotan
Namun, bencana tidak berhenti sampai di situ. Kemarau panjang juga menimbulkan ancaman yang lebih luas: kebakaran hutan dan lahan (karhutla), serta kebakaran rumah dan permukiman yang semakin sering terjadi di berbagai wilayah. Api menjalar dari ladang-ladang kering, kadang dipicu oleh aktivitas pembukaan lahan dengan cara dibakar, atau oleh kelalaian kecil yang membesar tanpa kendali.
Ironisnya, di tengah segala kemajuan teknologi, kita masih belum cukup siap menghadapi bencana yang berulang ini. Kini saatnya membangun kesadaran kolektif dan sistem mitigasi yang terintegrasi untuk menghadapi kemarau panjang dan bahaya kebakaran.
Dampak Nyata Kemarau Panjang
1. Pertanian Terpuruk:
- Kekeringan menyebabkan kegagalan sistem irigasi.
- Produktivitas menurun drastis, risiko gagal panen meningkat.
- Petani terbebani oleh mahalnya pupuk dan kelangkaan air.
2. Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla):
- Pembukaan lahan dengan cara dibakar menjadi pemicu utama.
- Angin kering mempercepat penyebaran api.
- Asap membahayakan kesehatan dan mencemari udara.
3. Kebakaran Rumah dan Permukiman:
Banyak kasus disebabkan oleh:
- Instalasi listrik yang tidak sesuai standar.
- Kebocoran atau kelalaian dalam penggunaan gas elpiji.
- Pembakaran sampah sembarangan di lingkungan padat.
Solusi dan Langkah Mitigasi yang Perlu Segera Dilakukan:
1. Mitigasi Krisis Air dan Dampaknya bagi Petani:
- Optimalisasi embung, sumur resapan, dan irigasi tetes untuk lahan kering.
- Penanaman pohon penyimpan air dan restorasi daerah tangkapan air.
- Program bantuan air bersih dan subsidi pupuk darurat dari pemerintah.
- Edukasi petani mengenai teknik pertanian tahan kekeringan.
2. Pencegahan Karhutla:
- Moratorium pembakaran lahan dan penegakan hukum terhadap pelakunya.
- Edukasi masyarakat tani dan komunitas desa mengenai bahaya dan sanksi karhutla.
- Peningkatan armada dan kapasitas Satgas Karhutla di tingkat kecamatan dan nagari.
- Penguatan sistem pemantauan cuaca dan deteksi dini hotspot berbasis komunitas.
3. Mitigasi Kebakaran Rumah dan Permukiman:
- Audit dan standarisasi instalasi listrik oleh lembaga terkait secara berkala.
- Sosialisasi penggunaan gas elpiji secara aman: pengecekan tabung, selang, dan regulator.
- Pelarangan dan pengawasan terhadap pembakaran sampah di lingkungan padat.
- Penyediaan alat pemadam api ringan (APAR) di rumah dan fasilitas publik.
- Pelatihan evakuasi dan simulasi penanganan kebakaran di tingkat RT/RW.
Baca juga: Algoritma Hati: Gelombang Rasa Tak Terlihat
Seruan untuk Bergerak Bersama:
Kita tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Ini adalah soal kesadaran kolektif dan ketahanan komunitas. Kita perlu mengubah cara pandang dari “menunggu bantuan” menjadi “bersama membangun perlindungan.” Lembaga masyarakat, ormas, sekolah, pesantren, hingga kelompok tani harus turut serta dalam edukasi, pencegahan, dan penanggulangan.
Melalui Gerakan Peduli Lingkungan SARAKAN, AMS.106 Sumatera Barat menyerukan aksi kolektif:
“Aksi Hijau, Jadikan Bumi Tersenyum.”
Mari kita jaga bumi dari kekeringan dan kebakaran. Jangan tunggu bencana menjadi berita utama lagi. Mari jadikan kesadaran sebagai api yang menyala dalam jiwa, bukan api yang membakar masa depan.

*) Penulis adalah Ketua AMS.106 Sumbar, Pembina Gerakan Peduli Lingkungan SARAKAN (GPS-AMS), dan Pembina Yayasan Warisan Cinta Nusantara.
