FK3I Kecam Pemkot Bandung: Kebijakan Sampah dan Kebun Binatang Sarat Kepentingan Bisnis
3 min read
Pakusarakan.com— Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung kembali menuai kritik tajam dari kalangan pemerhati lingkungan. Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) menilai, dua persoalan krusial yang kini mencuat—pengelolaan sampah dan konflik di Kebun Binatang Bandung—diwarnai oleh pendekatan bisnis yang mengabaikan nurani dan tanggung jawab sosial.
Koordinator FK3I Pusat, Dedi Kurniawan, menegaskan bahwa kebijakan Pemkot dalam menyelesaikan masalah sampah melalui pendekatan insinerator justru berpotensi menimbulkan beban ekonomi baru bagi masyarakat. “Kami melihat pendekatan ini membuka peluang korupsi, nepotisme, dan pelanggaran lainnya karena menggandeng pihak ketiga dengan solusi palsu,” ujar Dedi.
Menurutnya, langkah Pemkot tersebut bukan hanya mengabaikan dampak lingkungan, tetapi juga memperlebar ruang bagi praktik penyimpangan anggaran. “Selain mengabaikan dampak ekologis, rencana penggunaan sedikitnya sepuluh insinerator di Kota Bandung justru memperbesar peluang korupsi,” tegasnya.
Baca juga: Pemkot Bandung Akan Dilaporkan ke KPK
Pemerintah yang Tak Berhati Nurani
Kritik serupa juga diarahkan terhadap sikap Pemkot Bandung dalam menangani konflik pengelolaan Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) yang telah berlarut hampir tiga bulan tanpa kejelasan. FK3I menuding Pemkot justru ikut terlibat dalam lingkaran konflik.
“Pemkot malah terindikasi turut bermain dan masuk dalam lingkaran konflik,” kata Dedi. Ia menilai tindakan penyegelan yang dilakukan aparat bersama Pemkot sangat tidak memperhatikan dampak terhadap ratusan satwa titipan negara, pelaku usaha kecil di sekitar area, hingga para pekerja yang masih setia merawat satwa meski tanpa kepastian nasib.
“Pemkot seakan tidak sadar telah mendapatkan keuntungan ekologi dari keberadaan ruang hijau kebun binatang,” ucap Dedi. Ia menyebut imbauan Wali Kota Bandung agar masyarakat tidak berkunjung ke kebun binatang sebagai langkah “gegabah dan kekanak-kanakan.”
Baca juga: Kang Aher: Pemkot Bandung Harus Berpihak pada Marwah Kota Bandung
Pemerintah yang Lupa Amanah
Dedi menegaskan, jika Pemkot merasa memiliki lahan tersebut, maka seharusnya bertindak bijak, bukan bertingkah seperti “juragan kontrakan.” Ia menyindir keras perilaku birokrasi yang lebih berpihak pada kepentingan elite daripada pada amanah rakyat.
“Kalau memang lahan itu milik Pemkot, ya nol-kan saja sewanya. Itu kan peruntukannya untuk lembaga konservasi, ruang ibadah manusia terhadap alam,” katanya pedas.
Menurut FK3I, penyelesaian masalah seharusnya dilakukan dengan menyerahkan sementara pengelolaan kepada kementerian terkait, bukan membentuk tim transisi yang justru memperpanjang konflik. “Biarkan para karyawan dan keeper satwa yang masih setia melanjutkan pengelolaan sementara. Asal semua dilakukan dengan hati nurani, bukan keserakahan,” tambah Dedi.
Baca juga: Aliansi Bandung Melawan Tuntut Pengembalian Hak Kelola Kebun Binatang Bandung Pasca Putusan MA
Negara untuk Siapa?
Dalam nada penuh kekecewaan, FK3I menilai negara telah kehilangan arah. “Tanah, air, dan udara semestinya diatur untuk kepentingan rakyat, bukan untuk anak-istri pejabat atau sekelompok pengusaha dan penguasa,” kata Dedi menegaskan.
Forum ini berencana melakukan konsolidasi lintas aktivis guna mendesak pemerintah agar segera sadar terhadap tanggung jawab pelestarian lingkungan dan kesejahteraan satwa. Mereka juga mengkritik keras Kementerian Kehutanan yang dianggap “tutup mata dan telinga” atas persoalan di Bandung Zoo.
“Kami kutuk para rimbawan yang ikut bermain dalam konflik, dari level SKPD Pemkot hingga pejabat pusat. Jika dampak berkepanjangan ini mengakibatkan hal fatal bagi satwa, mereka semua harus bertanggung jawab,” tandasnya.
Sebagai penutup, Dedi menyatakan dengan lantang: “Atas nama manusia, kami mewakili satwa sebagai sesama makhluk hidup, siap berperang melawan ketidakadilan ini.”
