23/11/2025

Jumlah Penduduk Besar Bukan Penyebab Tingginya Pengangguran di Jabar

2 min read

Pakusarakan.com— Demikian fakta yang terungkap dalam diskusi bertajuk “PHK dan pengangguran di Jabar rangking 1, Benarkah? Apa yang harus dilakukan?” yang diselenggarakan Forum Dangiang Siliwangi di Sekretariat AMS, Jl. Braga, Selasa (23/9/25).

Pandangan bahwa jumlah penduduk yang besar menjadi penyebab utama tingginya tingkat pengangguran di Jawa Barat dibantah oleh sejumlah ekonom dan praktisi. Mereka menilai faktor lain, terutama perkembangan teknologi, daya serap industri, serta lemahnya konektivitas pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja, lebih dominan dalam memengaruhi angka pengangguran.

Ekonom Universitas Pasundan (Unpas), Acuviarta Kartabi, menegaskan bahwa tingginya pengangguran di Jawa Barat tidak bisa hanya dikaitkan dengan besarnya jumlah penduduk. “Tidak benar pengangguran di Jawa Barat adalah karena faktor jumlah penduduk besar sebagaimana disampaikan Gubernur Jawa Barat. Jawa Timur juga memiliki jumlah penduduk besar namun tingkat pengangguran jauh lebih rendah,” jelasnya.

Acuviarta mengungkap tingkat pengangguran di Jabar mencapai 24,83% sementara Jatim 12,29% dan Jateng 13,01.

Ia menambahkan, rendahnya perhatian terhadap sektor industri tekstil, lemahnya daya beli masyarakat, hingga ketidakjelasan database tenaga kerja di Dinas Ketenagakerjaan menjadi penyebab serius yang perlu segera diatasi. “Investasi tidak menjamin daya serap tenaga kerja, begitu pula dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tidak serta merta menurunkan tingkat pengangguran di suatu daerah,” tambah Acuviarta.

Ia mencontohkan Kabupaten Sukabumi meskipun tingkat realisasi investasinya tidak masuk peringkat 5 besar namun penyerapan tenaga kerja sebagai hasil investasi berada di peringkat ke-2 di Jabar. Sebaliknya, Kabupaten Karawang mendapat investasi terbesar namun serapan tenaga kerja bahkan tidak masuk ke dalam 5 besar.

Menjelaskan ketidak-singkronan laju pertumbuhan ekonomi yang selalu didewa-dewakan dengan rendahnya pengangguran, Acuviarta menyebutkan  laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka adalah yang tertinggi di Jabar namun tingkat pengangguran hanya berada di peringkat ke-4. “Lebih ekstrim lagi adalah Kabupaten Kuningan,” tambah Acuviarta. “Laju pertumbuhan ekonominya peringkat ke-3 tapi penganggurannya peringkat ke-7 di Jabar!”

Sementara itu, tokoh Kadin Jabar, Agung Suryamal, mengingatkan bahwa tingginya pengangguran akan berdampak pada masalah sosial yang lebih luas. Menurutnya, rendahnya daya beli masyarakat akan menyulitkan aktivitas industri untuk berkembang. “Jawa Barat menyumbang pengangguran tertinggi di Indonesia. Pemerintah harus mempunyai tim ekonomi yang kuat untuk menumbuhkan perekonomian,” ujarnya.

Dari sisi pengusaha, Martin B. Candra dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menilai perkembangan teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI), menjadi faktor yang mempercepat terjadinya pemangkasan tenaga kerja. “Yang jadi masalah ketenagakerjaan dan pengangguran adalah masalah global dengan berkembangnya teknologi,” katanya. Ia juga menyoroti hambatan investasi di Jawa Barat akibat birokrasi perizinan yang berbelit.

Aktivis buruh Kang Azhar menambahkan bahwa lemahnya konektivitas antara pendidikan dan kebutuhan dunia kerja memperburuk kondisi. “Koneksitas antara pendidikan dan kebutuhan dunia kerja tidak nyambung saat ini sehingga berdampak kepada pengangguran,” tegasnya. Menurutnya, banyak buruh yang terkena efisiensi akhirnya beralih ke sektor non-formal.

Para pemangku kepentingan sepakat bahwa solusi pengangguran di Jawa Barat harus mencakup peningkatan kualitas pendidikan, pengendalian pertumbuhan angkatan kerja, serta penciptaan iklim investasi yang lebih sehat. Selain itu, political will pemerintah dinilai penting untuk memastikan keberpihakan anggaran terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia agar mampu bersaing di era digital. (Ipur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *