Aliansi Bandung Melawan Tuntut Pengembalian Hak Kelola Kebun Binatang Bandung Pasca Putusan MA
3 min read
Pakusarakan.com— Ketegangan antara Pemerintah Kota Bandung dan pengelola Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) kian memuncak. Aliansi Bandung Melawan menuding Pemkot Bandung telah melampaui kewenangan hukum dengan menutup lembaga konservasi tertua di kota ini tanpa dasar yang sah.
Tidak kurang dari 150 orang simpul massa— terdiri dari berbagai elemen masyarakat aktif, mulai pegiat lingkungan, budayawan, paguron silat, mahasiswa, bahkan kelompok advokasi konflik lahan di Dago Elos , Sukahaji, serta Punclut— turut hadir menyampaikan kecaman keras terhadap Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung di bawah Walikota Muhammad Farhan pada Sabtu siang (11/10/25) di pelataran parkir Kebon Binatang Bandung.
Disampaikan dalam siaran persnya, Aliansi berpegangan pada fakta hukum bahwa Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 122 K/TUN/2025 tanggal 23 Mei 2025 telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan secara tegas memenangkan Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) versi Bisma Bratakoesoema.
Rangkaian kemenangan hukum ini, disebutkan Aliansi meliputi:
- Gugatan YMT dikabulkan seluruhnya oleh PTUN Bandung (26 Maret 2024).
- Putusan PTUN Bandung dikuatkan oleh PTTUN Jakarta (03 September 2024).
- MA menolak kasasi Pemkot Bandung dan menghukum Pemkot membayar biaya perkara (23 Mei 2025).
Dengan adanya putusan MA ini, Aliansi menyatakan bahwa Pemkot Bandung secara hukum tidak memiliki kewenangan untuk menagih sewa atau memaksa pengosongan lahan Bandung Zoo.
Baca juga: Sertifikat Hak Pakai Atas Lahan Kebun Binatang oleh Pemkot Bandung Cacat Hukum!
Aliansi Bandung Melawan menilai bahwa penyegelan dan penutupan operasional Bandung Zoo yang telah berlangsung selama hampir tiga bulan dan dilakukan oleh aparat Kepolisian dan Pemkot merupakan tindakan aparat negara yang melebihi kewenangannya.
Mereka menekankan bahwa Bandung Zoo adalah lembaga konservasi yang sah berizin dari Kementerian Kehutanan dan penutupannya tidak sesuai mekanisme regulasi yang seharusnya (melalui tahapan surat teguran, surat peringatan, penyegelan, hingga pencabutan izin).
Narasi “konflik internal” yang disebarkan media arus utama diklaim Aliansi sebagai dalih politis yang sarat kepentingan dari Pemkot Bandung serta pihak John dan Tony Sumampauw. Aliansi juga menuding Walikota Bandung, Farhan, memperlihatkan kebijakan yang melebihi kewenangan dan indikasi pemahaman yang dangkal, atau adanya indikasi politis dalam upaya kriminalisasi.
Bisma Bratakoesoema dan Sri Devi, keduanya dari keluarga perintis Kebun Binatang Bandung, dianggap Aliansi sebagai korban kriminalisasi sistematis.
Dalam siaran persnya, Aliansi juga menyoroti krisis RTH yang melanda Bandung. Berdasarkan data, kota ini baru mencapai 12,56% (sekitar 2.100 hektar) dari minimal 30% RTH yang diwajibkan oleh UU No. 26 Tahun 2007, atau 5.019 hektar. Bandung Zoo seluas 14 hektar bersama Babakan Siliwangi (3,8 hektar) disebut sebagai “benteng terakhir paru-paru kota” dan satu-satunya zona hijau pusat kota yang tersisa.
Baca juga: Kang Aher: Pemkot Bandung Harus Berpihak pada Marwah Kota Bandung
Aliansi menegaskan bahwa keberlangsungan Bandung Zoo adalah soal keberlanjutan hidup dan keadilan ekologis warga. Upaya alih fungsi lahan ini dikhawatirkan mengancam satwa titipan negara dan merupakan krisis tata ruang, demokrasi, dan lingkungan kota.
Berdasarkan fakta hukum yang berkekuatan tetap, Aliansi Bandung Melawan mengajukan tuntutan:
- Wali Kota Bandung harus bertindak adil, mendengarkan aspirasi warga, dan menghormati sejarah Kebun Binatang Bandung yang dikelola keluarga Ema Bratakoesoema selama lebih dari 90 tahun.
- Segera membuka police line di Bandung Zoo dan mengembalikan pengelolaan kepada pewaris sah Yayasan Margasatwa Tamansari yang lama.
- BPKAD dan Pemkot harus berhenti menjadi alat kepentingan oligarki dan segera menjalankan putusan Mahkamah Agung.
- Mendesak Menteri Kehutanan Cq Dirjen KSDAE untuk turun tangan dan melakukan mediasi dalam persoalan izin lembaga konservasi dan perlindungan satwa.
- Menegaskan bahwa lahan ini adalah milik warga Kota Bandung dan harus tetap menjadi simbol ruang terbuka hijau, edukasi, budaya, dan rekreasi rakyat.
Juru bicara Aliansi Bandung Melawan, Abdul, secara khusus menantang Walikota Muhammad Farhan untuk menunjukkan keberpihakannya:
“Kami meminta, khususnya kepada Walikota Bandung, Muhammad Farhan, untuk menunjukkan sikap kepada seluruh warga masyarakat Kota Bandung: kepada siapakah walikota berpihak?” tanya Abdul.
Ia memperingatkan, jika kepengurusan diserahkan kepada yayasan yang dikelola John dan Tony Sumampauw, yang dituding melakukan pencaplokan, maka walikota tidak berpihak kepada warga, melainkan kepada oligarki. (Ipur)
